Senin, 01 November 2010

SEBUAH SURAT UNTUK kecil-KU

Hai kecil.. berselang sudah kita tak bersua, padahal alamat belum ganti dan tempat masih kita sekota ini. Apa yang membuatmu betah tak mengirim pesan padaku dan yang buatmu kuat tak menatapku? Mungkin memang cintamu telah saru, tak jelas lagi seperti dulu. Atau karna hatimu telah beku, membatukan air kasih kita yang masih baru.

Di hadapan kini terpampang duabelas digit nomor. Nomor yang 'kan hubungkan suaraku denganmu nun di sana jika tombol hijau pada handphone kutekan dengan pasti. Tapi kata pasti itu yang sedari tadi masih beradu dengan sepatah kata ragu yang tak jua hilang karna segumpal sebab masih berkerumun dalam otak. Ingin kuhapus ragu itu sebersih mungkin, biar hanya pasti yang akhirnya tuntun jempolku menekan tombol yes dan menelponmu.

Ahh.. tetap saja tak bisa. Keraguan memang kuasaiku saat ini. Sebabnya: aku ragu jangan-jangan telponku tak diangkat nantinya; jangan-jangan ganggumu yang mungkin sedang sibuk di sana. Sejujurnya sih aku ragu karna takut selepas mendengar suaramu, aku tak bisa lepas lagi dari bayangmu. Bayang indah yang kenyataannya tak bisa kurenggut untuk dipeluk dan digenggam dalam lubuk.

Kecil.. Masih ingatkah kau saat malam tahun baru itu. Sejam sebelumnya hingga seratus lima puluh menit setelahnya. Aku mungkin terlihat bersenyum santai, bergerak lugas, dan berbicara enteng; padahal jantungku debarnya tak berkira. Bukan karna takut pada ayahmu (ada sih, sedikit) yang katamu cukup korektif itu, tapi sesungguhnya detak nadiku berpacu otomatis karna rasakan degup dadamu yang dirindui.

Malam itu kau terlihat anggun dengan tampilan yang berbeda, atau mungkin karna kau bagiku terindah. Tak taulah, yang pasti kau berhasil gemparkan ini dada. Kembang api dan petasan di langit menambah cantik malam kebersamaan kita. Ingin kugenggam tanganmu waktu itu agar deras aliran darah ini kau rasakan. Bilamana ada luka di kulitmu akan kuiris tapakku sesegera supaya saat berpegang kita darahku mengalir pada lukamu dan mencampur di nadimu. Menginfeksimu. Karna dalam darahku ada cinta, berharap cinta itu melebur di tubuhmu, semoga menyatukan kita selalu.

Tapi tak begitu jadinya. Cinta tak berhasil satukan kita. Hanya canda tawa yang setia hangatkan perjalanan; dialog yang tak pernah habis bak air laut kala bercerita kehidupan.

Kecil.. sungguh bangga aku mengenalmu. Ingin rasanya cerita kita tetap berlanjut, karna masih luas sisa halaman ini kau tinggal. Aku sadar bukan siapa-siapa, masa depan masih buram memang terlihat dari layar kacaku. Hanya kucoba berpegang pada ketulusan. Karna ketulusan pasti membawa pada kebahagiaan.

Hidup ini pilihan, dan kau berhak menentukan. Biarlah aku menjadi jejak yang tetap tertinggal, agar jika suatu saat nanti kau ingin kembali, langkahkanlah kakimu di jejak-jejakku. Pasti kau takkan tersesat. Walau memang kita takkan di bawah langit yang sama lagi, tapi pasti tetap ada bulan dan mentari di cakrawala kita. Ada kemarin dan pagi dalam hari kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar